2.17.2018

Musik



Beberapa tahun yang lalu, tepatnya sekitar bulan Juni 2015, teman saya Caca iseng mewawancarai saya untuk kemudian ia tulis di blog-nya. Ketika itu saya masih menjadi music director di 8EH, Caca pun sedikit banyak bertanya tentang musik kepada saya.

"Apa yang bikin musik menarik buat kamu?" adalah pertanyaan pertama yang diajukannya melalui pesan singkat. Ketika itu, saya masih bingung. Saya jadi ikut bertanya kepada diri sendiri.. Iya ya, kenapa saya bisa tertarik sama musik? Kenapa suka banget dengerin musik? Sampai akhirnya terpikir untuk menjawab dengan jawaban sederhana yang terlintas di benak saya waktu itu, "Karena musik selalu ada di saat gue membutuhkan teman dan hiburan." Setelah saya cermati lagi, jawaban saya ada benarnya, namun ada sesuatu yang baru saya sadari belakangan ini.

Selama ini, musik telah menjadi semacam terapi.


Saya tidak terlahir dalam keluarga penggemar musik yang memiliki ratusan koleksi piringan hitam, ayah ibu yang pernah jadi anggota band, dan tidak juga memiliki kakak laki-laki keren yang rajin mencekoki adik mereka dengan playlist buatan sendiri atau mengajak pergi nonton konser. 

Waktu kecil, saya cukup sering mendengarkan lagu-lagu anak yang ibu saya putarkan lewat VCD, dengan video klip plus lirik yang bisa saya hapalkan. Tidak ketinggalan kaset Tasya dan Sherina yang diskografinya lengkap dibeli. Selain itu saya juga banyak didengarkan nasyid alias lagu-lagu Islami. Selebihnya, sedikit Chrisye, Vina, Westlife, Phil Collins, dan beberapa lagu pop klasik yang sempat populer ketika ayah ibu saya masih muda.

Di bangku SD pun tidak banyak musik yang saya ketahui, paling hanya lagu-lagu populer yang saya dengarkan di mobil jemputan seperti Peterpan, Radja, bahkan Inul. Atau lagu-lagu dari CD yang saya pinjam dari teman dan MP3 bajakan yang saya beli di abang-abang. Beranjak SMP, saya mulai tertarik untuk mendengarkan lebih banyak lagi. Ditambah ketika itu ada kakak kelas yang memperkaya khazanah musik saya dan memperkenalkan saya dengan dunia musik indie. Kalau waktu itu nggak pernah ngobrol sama yang bersangkutan dan berteman dengan orang-orang yang selera musiknya dipengaruhi oleh kakak mereka, mungkin sampai sekarang saya cuma dengerin lagu-lagu Top 40. Kehadiran komputer dan telkomnet instan (yang setiap memulai koneksi harus mengeluarkan bunyi) di rumah juga menjadi alat bantu untuk saya mencari tahu lebih banyak tentang musik apa saja sih yang ada di dunia ini?

Pindah ke Bandung, ketertarikan saya terhadap musik jadi lebih terakomodasi. Maklum, waktu masih di Depok kalau mau nonton konser kan jauh ya, sedangkan di sini ke mana-mana dekat dan tidak ada yang memarahi kalau saya pulang terlalu larut. Hehe. Setelah ikutan beberapa kegiatan di luar kuliah saya juga jadi lebih 'dipaksa' untuk mendengarkan jenis musik yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Seperti ketika saya harus meliput Kickfest dan menyaksikan Mesin Tempur, misalnya. Kalau saya nggak pindah ke Bandung, sepertinya akan ada banyak pertunjukan musik bagus yang saya lewatkan. 

Saya percaya bahwa kita yang sekarang adalah kumpulan kita di masa lalu, oleh karena itu pengalaman menemukan dan menyukai sesuatu untuk setiap orang pasti akan berbeda. Satu hal bisa jadi sangat penting untuk saya, namun bisa jadi sangat tidak penting untuk orang lain. Nggak semua orang bisa menyukai hal yang sama, atau bahasa kekiniannya, relate terhaadap suatu hal, karena pengalaman yang membentuk kita juga berbeda-beda.

Buat saya, Tasya dan Sherina mengajak saya berpetualang dalam dunia mereka sehingga saya bisa sejenak melupakan pengalaman-pengalaman buruk yang saya alami waktu kecil. Glee dengan Don't Stop Believing dan Keep Holding On-nya juga secara alam bawah sadar telah menguatkan saya ketika itu. Ratusan lagu telah menemani saya mengerjakan tugas, meninabobokan, menemani perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.

Sebagai orang yang cenderung tertutup dalam mengutarakan apa yang saya rasakan, mendengarkan musik bisa jadi sebuah pelarian dan hiburan. Seperti menemukan teman dalam menghadapi masalah kehidupan.

There are times when it understands me in a way that other people don't, it speaks to me as if it's my therapist.






+ Foto di atas diambil ketika sedang berkunjung ke Lokananta
+ Sudah lama terpikir untuk menulis postingan ini untuk menceritakan perjalanan saya dalam menemukan dan menyukai musik, namun sering tertunda. Akhirnya, semakin mantap untuk menuangkannya dalam tulisan setelah mendengarkan album Sintas-nya Adrian Yunan. Karena entah mengapa banyak lagu di dalamnya yang seperti.. secara personal berbicara pada saya(?)


1 comment

  1. Menarik bacanya, lucu juga senyum2 sendiri, saat ini ada aplikasi yang mudah didownload untuk menonton drama korea, sebuah aplikasi untuk menonton drama korea lawas dan terbaru dengan menonton hanya di smartphone kapan saja dan dimana saja.

    https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main

    https://www.inflixer.com/

    ReplyDelete

© Silly Me
Maira Gall