2.29.2016

Tidak Bisa Tidur #2

Halo lagi, blog! Sepertinya saya akan sering bikin tulisan di saat-saat tidak bisa tidur seperti sekarang ini. Jadi tunggu saja ya mungkin akan ada Tidak Bisa Tidur edisi #3 #4 #5 dan seterusnya.



Jadi ceritanya.. sudah beberapa hari ini jam tidur saya berantakan. Semua berawal dari kebodohan sih, keterusan main laptop sampai jam 3, lalu bangun terlalu siang, dan hal ini berulang untuk beberapa hari. Akhirnya lama-lama disaat saya ingin tidur cepat, jam tidurnya sudah bergeser dan meskipun merasa ngantuk, otak saya ngga bisa berhenti mikirin ini itu. Lalu usaha saya untuk tidur berakhir dengan guling-guling di kasur sambil meluk guling, untungnya ngga jatuh terguling.



Nah daripada saya jadi terlalu banyak mikir karena mata ini tidak juga terpejam, lebih baik saya keluarkan saja isi pikiran saya dalam bentuk tulisan. Yass it's like I'm barfing right now tapi yang keluar adalah kata-kata, bukan makanan yang saya makan tadi siang. 

Ditambah lagi jam kuliah saya yang kebanyakan dimulai jam 10 pagi. Bahkan semester ini saya punya satu hari libur, hari Jumat! Senaaang. Tapi kalau kebanyakan dipakai tidur kan jadi sama aja bohong huhu. Kenapa ya saya sekalinya udah tidur, susah banget bangunnya. Tapi kalau untuk menahan ngantuk apalagi jam-jam segini, bisa banget. Memang ya, koneksi internet bisa jadi lebih ampuh daripada kafein dalam mengurangi kantuk.

Tadi saya juga udah coba baca buku biar tambah ngantuk. Tapi buku yang saya baca bukan tipe buku yang bikin ngantuk sih, malah jadi tambah mikir haha. Ada yang pernah baca IQ84-nya Murakami? Buku itu lah yang lagi saya baca belakangan ini. Seperti biasa ya Murakami emang jagoan dalam memilih kata dan setiap cerita yang dia buat seperti punya dunianya sendiri.. Keren. Saya belum baca banyak karyanya sih, tapi udah ada empat bukunya yang saya baca sebelum IQ84 ini.

Waktu hari apa ya saya lupa, saya lagi baca buku tersebut dan tertarik sama bagian ini:

“What did it mean for a person to be free? she would often ask herself. Even if you managed to escape from one cage, weren't you just in another, larger one?” 

Satu hari sebelumnya, saya baru aja nonton The Truman Show dan sangat relatable gak sih tulisan di atas sama film Truman ini. (Spoiler alert buat yang belum nonton filmnya, mungkin bisa lanjut ke halaman 3 eh tapi ini blog ya bukan buku yang ada halamannya?). Intinya, di akhir film tersebut om Truman akhirnya berhasil keluar dari sebuah giant dome yang mengungkung dia selama ini, di mana hidup dia dikendalikan sama seorang sutradara. Tapi setelah itu gimana? Bisa aja ternyata dia keluar dari satu dome, tapi masuk ke dome lain di mana hidupnya kembali dikontrol tanpa dia sadari. Sebenernya bukan itu sih ya yang mau disampaikan sama filmnya. Bukan itu juga inti dari yang mau gue paparkan haha gimana sih, sil.

Intinya, saya jadi mikir dan menghubungkan kata-katanya Murakami, The Truman Show, dengan hidup saya sebagai manusia. Apa iya manusia punya kebebasan? Dari awal kita lahir, ada takdir, katanya sih semua udah digariskan. Tapi di satu sisi, kita juga punya akal, otak, pikiran, di mana kita bisa menolak, mengkaji, meneliti, mencari tahu, bertanya-tanya, nggak cuma bilang iya, ngangguk, ngikutin aja kaya robot. Gila ya, hidup emang sangat penuh dengan paradoks. Terlalu banyak bertanya juga gak baik. Sekedar menjalani juga rasanya bakal ada yang kurang.

Tapi ya ga ada pilihan lain sih selain bersyukur. Jalani hidup. Etc etc. Masih banyak untungnya juga kan jadi manusia? Daripada cuma jadi debu-debu penghapus yang bakal dibuang karena cuma bikin kotor. Atau jadi semut-semut kecil anti-mainstream yang lebih suka makanan asin daripada makanan manis (itu semut di kosan saya hahah), yang kalau ditiup juga terbang, disenggol bisa langsung mati. 

(Terus jadi mikir manusia kalau dilihat dari kacamata Tuhan apakah cuma kaya semut ya?)

Btw, hari ini tanggal 29 Februari! Hari yang cuma ada sekali dalam empat tahun. Wah. Apakah blog ini masih akan ada pada tanggal 29 empat tahun lagi? Jeng jeng jengggg. Kita lihat saja ya nanti.


No comments

Post a Comment

© Silly Me
Maira Gall