“Aku emang belum dengerin Bin Idris, tapi aku suka banget sama Honne. Sesuka itu,” jawab seorang pengunjung ketika teman saya iseng bertanya, kenapa dirinya sudah berdiri di dekat panggung meski Honne baru akan memainkan lagu pertamanya beberapa jam lagi. Hal serupa juga diamini oleh banyak pengunjung lain yang setia memenuhi barisan depan panggung sejak pukul 7 malam.
Hari itu, Sabtu (11/3) ribuan pengunjung terlihat memadati lantai P6 dan P7 Kuningan City untuk menghadiri 7th Music Gallery, ajang musik tahunan yang diselenggarakan oleh BSO Band, FEB Universitas Indonesia. Memasuki tahunnya yang ke-7, Music Gallery (yang selanjutnya akan saya singkat menjadi Mugal) menampilkan beragam musisi lokal, mulai dari yang kawakan seperti BoTC, Hollywood Nobody, Goodnight Electric, Seringai, hingga musisi-musisi baru yang menjanjikan seperti Rebelsuns, Gizpel, Peonies, dan Bin Idris.
Diakui oleh Abdul Defashah selaku Project Officer, line up penampil merupakan daya tarik utama yang ditawarkan oleh gelaran ini. “Untuk memilih line up, panitia membahasnya bersama-sama dan menyesuaikan dengan tema. Kali ini tema yang diangkat adalah “Urban” dan kita coba aplikasikan ke dunia musik, bagaimana perkembangan industrinya, terutama di Indonesia. Dari situ kita memilih musisi yang bisa menunjukkan itu. Untuk bintang tamu internasional, kita pernah melakukan survey dalam rangka mencari tahu band apa yang sedang diminati oleh masyarakat dan memang salah satu yang sering disebut adalah Honne.”
Ya, seperti buah ceri yang diletakkan di atas es krim, Mugal juga mengundang satu artis internasional setelah sebelumnya sempat mengundang Tahiti 80, Panama, dan Last Dinosaur untuk bernyanyi bersama penonton. Honne adalah duo electronic-soul asal Inggris yang berhasil menggegerkan penjualan tiket Mugal tahun ini. Bagaimana tidak, tiket pre-sale yang dijual ludes dalam beberapa menit saja setelah akun media sosial Mugal mengumumkan kedatangan Honne ke Indonesia. Sesudah tiket resmi terjual habis, banyak yang menjual kembali tiketnya dengan harga di atas tiket normal, bahkan hingga lima kali lipatnya.
Saya pun penasaran, apa gerangan yang membuat Mugal dengan Honne-nya kali ini memiliki hype yang begitu tinggi di kalangan para millennials. Saya mencoba bertanya pada beberapa teman yang menyukai musik Honne.
“Dengan harga tiket yang tidak terlalu mahal, banyak yang tidak ingin melewatkan kesempatan menonton Honne secara langsung karena momen ini belum tentu akan terulang kembali,” ujar Indira (21) yang mengaku sudah menemukan Honne lewat internet sejak tahun 2014 silam. “Kenapa Honne bisa booming banget? Karena lagu-lagunya easy listening dan bisa diterima semua orang. Kalau indie atau EDM gitu kan gak semua orang suka,” Dita (19) menambahkan. “Pasarnya luas, gak cuma anak indie yang memang tau, tapi konsumen musik mainstream juga bisa masuk nikmatin lagu-lagu (Honne) yang kayak gini,” senada dengan Dita, Farrah (20) juga merasakan hal yang sama.
Kembali ke Kuningan City malam itu, muda-mudi masa kini dengan penampilan keren nan Instagram-able dapat ditemukan di berbagai sudut. Di atas intimate stage, Hollywood Nobody sedang membawakan lagu-lagu andalan mereka, sementara di panggung utama, TTATW menyihir pengunjung dengan permainan musik dan tata cahaya yang mendukung. Terlihat perbedaan jumlah penonton yang cukup signifikan di antara kedua panggung tersebut. Ternyata, tidak sedikit yang datang khusus untuk menyaksikan Honne dan memutuskan standby di dalam ballroom tempat panggung utama didirikan, demi mendapat posisi menonton yang strategis.
Tidak seperti TTATW yang tampil dengan format band, penampil selanjutnya adalah Haikal Azizi ditemani gitar akustiknya. “Untung gue jago,” celotehnya sebelum mulai bernyanyi sebagai Bin Idris, tetap percaya diri meskipun tampil sendiri. Sepanjang pertunjukan, terdengar indistinct chatter dari mereka yang memadati ballroom malam itu. Memang, belum banyak yang mengetahui lagu-lagu dari vokalis Sigmun ini sehingga mungkin mereka memutuskan untuk sedikit mengobrol dulu, atau bermain ponsel, menyimpan energi untuk bernyanyi bersama penampil terakhir nanti.
Awalnya, saya berniat untuk pindah, menyambangi panggung satunya dan menyaksikan penampilan Goodnight Electric. Namun, kerumunan ballroom sudah terlanjur rapat sehingga sulit sekali untuk keluar. Sampai akhirnya line up kedua terakhir, Stars and Rabbit mengucapkan salam perpisahan, memberikan hormat, dan berfoto bersama seperti biasanya, udara semakin terasa pengap karena orang-orang memenuhi barisan depan dengan jarak yang sangat sedikit antara satu sama lain.
“Buat kamu para millennials, ada yang baru nih. Bikin kamu semua jadi keren maksimal!” Entah sudah berapa kali iklan berisi kata-kata tersebut diputar di layar kanan-kiri panggung, setia menemani kami yang masih harus menunggu persiapan Honne naik ke atas panggung. Setelah kurang lebih empat puluh menit menunggu, akhirnya terdengar juga suara drum dan layar hitam yang sempat menutupi pandangan mulai terangkat.
‘Treat You Right’ menjadi pembuka untuk penampilan perdana Honne di Indonesia kali ini. Disusul oleh ‘Coastal Love’, ‘Til The Evening’, ‘Good Together’ hingga ‘Woman’, semuanya diiringi dengan paduan suara massal oleh penonton yang hadir. ‘Someone That Loves You’ yang menembus angka 22 juta play di Spotify juga turut dibawakan meskipun Izzy Bizu tidak tampil bersama mereka. Saat menyanyikan lagu terakhir mereka ‘Warm on a Cold Night’, vokalis Honne, Andy Clutterbuck, menghampiri kerumunan dan memeluk seorang perempuan yang berada di barisan paling depan.
Performa yang baik dan sound yang apik membuat penonton merasa puas akan penampilan Honne malam itu. Dengan musik yang nyaman di telinga dan lirik lagu yang mudah dicerna, pantas saja Honne mendapatkan atensi sebesar ini di Indonesia. Setelah saya perhatikan lagi, hampir semua lagunya bertemakan cinta, khas anak muda. Tidak perlu lah lirik-lirik berat dengan patriarki, politik, kemiskinan, atau pendidikan sebagai topiknya.
Kami, millennials, juga butuh hiburan. Kami butuh musik yang asik untuk sejenak melupakan diri dari kesemerawutan dunia. Nanti dulu deh, mengurusi masalah negara, mengurusi diri sendiri saja sudah pusing. Tugas kuliah menumpuk, uang habis untuk nongkrong sana-sini, followers Instagram belum juga bertambah. Pusing, kan?
Beruntung, millennials tumbuh bersama kemajuan teknologi, sehingga menemukan musik-musik baru untuk dijadikan hiburan bukanlah hal yang sulit. Millennials dapat dengan mudah mendengarkan musik lewat beragam aplikasi streaming, tidak seperti ayah-ibu kita dulu yang harus jauh-jauh mengunjungi toko musik untuk mencari kaset dan piringan hitam.
Kemudahan tersebut, tetap harus disertai dengan gelaran musik keren yang dapat mewadahi musisi-musisi untuk menunjukkan kebolehan. Konsisten melakukan hal ini sejak tujuh tahun lalu, Music Gallery semakin memperbesar gaungnya dan menjadi salah satu event dengan harga terjangkau yang ditunggu-tunggu banyak orang. Usaha yang dilakukan untuk memberikan sorotan lebih terhadap musik sidestream lokal juga sudah sangat baik. Meskipun harus diakui, untuk gelarannya kali ini, produk impor masih lebih diminati.
Ditulis untuk StereoSnap
No comments
Post a Comment